Spirit Sosiologi!!!
hai bloggers...posting informasi lagi yuukkk....
kali ini saya akan membahas tentang sosiologi Agama... walaupun sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji kemasyarakatan, namun juga erat kaitannya dengan Agama, dan Agama sendiri merupakan salah satu cabang ilmu Sosiologi,,,
mau tahu lebih jelasnya??? simak pemaparan berikut kawaannn :)
A. Definisi Agama Menurut Durkheim
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu "sistem
kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang kudusÉ kepercayaan-kepercayaan
dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas
moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang
penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama,
yaitu "sifat kudus" dari agama dan "praktek-praktek ritual"
dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep
mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat
melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan
agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di
sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu disebut agama bukan
dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang
melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa
menurut Durkheim agama selalu memiliki hubungan dengan
masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.
B. Sifat Kudus Dari Agama
Sifat kudus yang dimaksud Durkheim dalam kaitannya dengan
pembahasan agama bukanlah dalam artian yang teologis,
melainkan sosiologis. Sifat kudus itu dapat diartikan bahwa
sesuatu yang "kudus" itu "dikelilingi oleh
ketentuan-ketentuan tata cara keagamaan dan
larangan-larangan, yang memaksakan pemisahan radikal dari
yang duniawi." Sifat kudus ini dibayangkan sebagai suatu
kesatuan yang berada di atas segala-galanya. Durkheim
menyambungkan lahirnya pengkudusan ini dengan perkembangan
masyarakat, dan hal ini akan dibahas nanti.
Di dalam totemisme, ada tiga obyek yang dianggap kudus,
yaitu totem, lambang totem dan para anggota suku itu
sendiri. Pada totemisme Australia, benda-benda yang berada
di dalam alam semesta dianggap sebagai bagian dari kelompok
totem tertentu, sehingga memiliki tempat tertentu di dalam
organisasi masyarakat. Karena itu semua benda di dalam
totemisme Australia memiliki sifat yang kudus. Pada
totemisme Australia ini tidak ada pemisahan yang jelas
antara obyek-obyek totem dengan kekuatan kudusnya. Tetapi di
Amerika Utara dan Melanesia, kekuatan kudus itu jelas
terlihat berbeda dari obyek-obyek totemnya, dan disebut
sebagai mana.
Dunia modern dengan moralitas rasionalnya juga tidak
menghilangkan sifat kudus daripada moralitasnya sendiri.
Ciri khas yang sama, yaitu kekudusan, tetap terdapat pada
moralitas rasional. Ini terlihat dari rasa hormat dan
perasaan tidak bisa diganggu-gugat yang diberikan oleh
masyarakat kepada moralitas rasional tersebut. Sebuah aturan
moral hanya bisa hidup apabila ia memiliki sifa "kudus"
seperti di atas, sehingga setiap upaya untuk menghilangkan
sifat "kudus" dari moralitas akan menjurus kepada penolakan
dari setiap bentuk moral. Dengen demikian, "kekudusan"-pun
merupakan prasyarat bagi suatu aturan moral untuk dapat
hidup di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa "kekudusan" suatu
obyek itu tidak tergantung dari sifat-sifat obyek itu an
sich tetapi tergantung dari pemberian sifat "kudus" itu oleh
masyarakatnya.
C. Ritual Agama
Selain daripada melibatkan sifat "kudus", suatu agama itu
juga selalu melibatkan ritual tertentu. Praktek ritual ini
ditentukan oleh suatu bentuk lembaga yang pasti. Ada dua
jenis praktek ritual yang terjalin dengan sangat erat yaitu
pertama, praktek ritual yang negatif, yang berwujud dalam
bentuk pantangan-pantangan atau larangan-larangan dalam
suatu upacara keagamaan, serta praktek ritual yang positif,
yang berwujud dalam bentuk upacara-upacara keagamaan itu
sendiri dan merupakan intinya.
Praktek-praktek ritual yang negatif itu memiliki fungsi
untuk tetap membatasi antara yang kudus dan yang duniawi,
dan pemisahan ini justru adalah dasar dari eksistensi
"kekudusan" itu. Praktek ini menjamin agar kedua dunia,
yaitu yang "kudus" dengan yang "profan" tidak saling
mengganggu. Orang yang taat terhadap praktek negatif ini
berarti telah menyucikan dan mempersiapkan dirinya untuk
masuk ke dalam lingkungan yang kudus. Contoh dari praktek
negatif ini misalnya adalah dihentikannya semua pekerjaan
ketika sedang berlangsung upacara keagamaan. Adapun
praktek-praktek ritual yang positif, yang adalah upacara
keagamaan itu sendiri, berupaya menyatukan diri dengan
keimanan secara lebih khusyu, sehingga berfungsi untuk
memperbaharui tanggung-jawab seseorang terhadap ideal-ideal
keagamaan.
D. Hubungan Antara Agama Dengan Kondisi Masyarakat
Di atas tadi sudah dijelaskan bahwa agama dan masyarakat
memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui bahwa
itu tidak mengimplikasikan pengertian bahwa "agama
menciptakan masyarakat." Tetapi hal itu mencerminkan bahwa
agama adalah merupakan implikasi dari perkembangan
masyarakat. Di dalam hal ini agama menurut Durkheim adalah
sebuah fakta sosial yang penjelasannya memang harus
diterangkan oleh fakta-fakta sosial lainnya.
Hal ini misalnya ditunjukkan oleh penjelasan Durkheim
yang menyatakan bahwa konsep-konsep dan kategorisasi
hierarkis terhadap konsep-konsep itu merupakan produk
sosial. Menurut Durkheim totemisme mengimplikasikan adanya
pengklasifikasian terhadap alam yang bersifat hierarkis.
Obyek dari klasifikasi seperti "matahari", "burung kakatua",
dll., itu memang timbul secara langsung dari pengamatan
panca-indera, begitu pula dengan pemasukkan suatu obyek ke
dalam bagian klasifikasi tertentu. Tetapi ide mengenai
"klasifikasi" itu sendiri tidak merupakan hasil dari
pengamatan panca-indera secara langsung. Menurut Durkheim
ide tentang "klasifikasi yang hierarkis" muncul sebagai
akibat dari adanya pembagian masyarakat menjadi suku-suku
dan kelompok-kelompok analog.
Hal yang sama juga terjadi pada konsep "kudus". Konsep
"kudus" seperti yang sudah dibicarakan di atas tidak muncul
karena sifat-sifat dari obyek yang dikuduskan itu, atau
dengan kata lain sifat-sifat daripada obyek tersebut tidak
mungkin bisa menimbulkan perasaan kekeramatan masyarakat
terhadap obyek itu sendiri. Dengan demikian, walaupun di
dalam buku Giddens tidak dijelaskan penjelasan Durkheim
secara rinci mengenai asal-usul sosial dari konsep
"kekudusan', tetapi dapat kita lihat bahwa kesadaran akan
yang kudus itu, beserta pemisahannya dengan dunia
sehari-hari, menurut Durkheim dari pengatamannya terhadap
totemisme, dilahirkan dari keadaan kolektif yang bergejolak.
Upacara-upacara keagamaan, dengan demikian, memiliki suatu
fungsi untuk tetap mereproduksi kesadaran ini dalam
masyarakat. Di dalam suatu upacara, individu dibawa ke suatu
alam yang baginya nampak berbeda dengan dunia sehari-hari.
Di dalam totemisme juga, di mana totem pada saat yang sama
merupakan lambang dari Tuhan dan masyarakat, maka Durkheim
berpendapat bahwa sebenarnya totem itu, yang merupakan obyek
kudus, melambangkan kelebihan daripada masyarakat
dibandingkan dengan individu-individu.
Hubungan antara agama dengan masyarakat juga terlihat di
dalam masalah ritual. Kesatuan masyarakat pada masyarakat
tradisional itu sangat tergantung kepada conscience
collective (hati nurani kolektif), dan agama nampak
memainkan peran ini. Masyarakat menjadi "masyarakat" karena
fakta bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan
pendapat bersama. Ritual, yang terwujud dalam pengumpulan
orang dalam upacara keagamaan, menekankan lagi kepercayaan
mereka atas orde moral yang ada, di atas mana solidaritas
mekanis itu bergantung. Di sini agama nampak sebagai alat
integrasi masyarakat, dan praktek ritual secara terus
menerus menekankan ketaatan manusia terhadap agama, yang
dengan begitu turut serta di dalam memainkan fungsi
penguatan solidaritas.
Agama juga memiliki sifatnya yang historis. Menurut
Durkheim totemisme adalah agama yang paling tua yang di
kemudian hari menjadi sumber dari bentuk-bentuk agama
lainnya. Seperti misalnya konsep kekuatan kekudusan pada
totem itu jugalah yang di kemudian hari berkembang menjadi
konsep dewa-dewa, dsb. Kemudian perubahan-perubahan sosial
di masyarakat juga dapat merubah bentuk-bentuk gagasan di
dalam sistem-sistem kepercayaan. Ini terlihat dalam transisi
dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, di mana
diikuti perubahan dari "agama" ke moralitas rasional
individual, yang memiliki ciri-ciri dan memainkan peran yang
sama seperti agama.
E. Moralitas Individual Modern
Transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern
--yang melibatkan pembagian kerja yang semakin kompleks--
seperti yang telah disebutkan di atas melibatkan adanya
perubahan otoritas moral dari agama ke moralitas individual
yang rasional. Walaupun begitu, moralitas individual itu,
seperti yang juga telah disebutkan di atas, menyimpan satu
ciri khas dari agama yaitu "kekudusan". Moralitas individual
itu memiliki sifat kudus, karena moralitas itu hanya bisa
hidup apabila orang memberikan rasa hormat kepadanya dan
menganggap bahwa hal itu tidak bisa diganggu-gugat. Dan ini
merupakan suatu bentuk "kekudusan" yang dinisbahkan oleh
masyarakat kepada moralitas individual tersebut.
Durkheim menyebutkan bahwa sumber dari moralitas
individual yang modern ini adalah agama Protestan. Demikian
pula Revolusi Perancis telah mendorong tumbuhnya moralitas
individual itu. Di sini perlu ditekankan bahwa moralitas
individual tidak sama dengan egoisme. Moralitas individual,
yang menekankan "kultus individu" tidak muncul dari egoisme,
yang tidak memungkinkan bentuk solidaritas apapun. Adanya
anggapan bahwa moralitas individual itu berada di atas
individu itu sendiri, sehingga pantas untuk ditaati (sifat
kudus dari moralitas individual), menunjukkan perbedaan
antara moralitas individual dengan egoisme. Contoh konkrit
dari hal ini adalah dalam bidang ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan menekankan penelitian bebas yang merupakan salah
satu bagian dari moralitas individual, tetapi ia tidak
mengikutsertakan suatu bentuk anarki, suatu penelitian
ilmiah dengan kebebasan penelitiannya justru hanya bisa
berlangsung dalam kerangka peraturan-peraturan moral,
seperti rasa hormat terhadap pendapat-pendapat orang lain
dan publikasi hasil-hasil penelitian serta tukar menukar
informasi.
Dengan demikian, otoritas moral dan kebebasan individual
sebenarnya bukanlah dua hal yang saling berkontradiksi.
Seseorang, yang pada hakekatnya adalah juga mahluk sosial,
hanya bisa mendapatkan kebebasannya melalui masyarakat,
melalui keanggotaannya dalam masyarakat, melalui
perlindungan masyarakat, melalui pengambilan keuntungan dari
masyarakatnya, yang berarti juga mengimplikasikan
subordinasi dirinya oleh otoritas moral. Menurut Durkheim,
tidak ada masyarakat yang bisa hidup tanpa aturan yang
tetap, sehingga peraturan moral adalah syarat bagi adanya
suatu kehidupan sosial. Di dalam hal ini, disiplin atau
penguasaan gerak hati, merupakan komponen yang penting di
dalam semua peraturan moral. Bagaimanakah dengan sisi
egoistis manusia yang tidak bisa dilepaskan dari diri
manusia yang diakui oleh Durkheim sendiri? Setiap manusia
memang memulai kehidupannya dengan dikuasai oleh kebutuhan
akan rasa yang memiliki kecenderungan egoistis. Tetapi
egoisme yang menjadi permasalahan kebanyakan adalah bukan
egoisme jenis ini, melainkan adalah keinginan-keinginan
egoistis yang merupakan produk sosial, yang dihasilkan oleh
masyarakat. Individualisme masyarakat modern, sebagai hasil
perkembangan sosial, pada tingkat tertentu merangsang
keinginan-keinginan egoistis tertentu dan juga merangsang
anomi. Hal ini dapat diselesaikan dengan konsolidasi moral
dari pembagian kerja, melalui bentuk otoritas moral yang
sesuai dengan individualisme itu sendiri, yaitu moralitas
individual. Dari sini dapat dikatakan bahwa moralitas
individual yang rasional itu dapat dijadikan sebagai
otoritas pengganti agama pada masyarakat modern.
- Sumber Acuan:
- Anthony Giddens, Kapitalisme dan teori sosial modern: suatu analisis karya-tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, diterjemahkan oleh Soeheba Kramadibrata, Jakarta: UI-Press, 1986.
- yaaaaa...bagaimana bloggers??? menarik bukan?? jadi, selain mempelajari tentang hubungan sosial masyarakat, sosiologi juga erat kaitannya dengan Agama dan hal-hal yang berbau religius... semoga bermanfaat ;)
0 komentar:
Posting Komentar